Wednesday, April 9, 2008

sesudah gelombang


masih terdengar desah angin
masih terdampar sarap dan puing
bertaburan bergumpalan bergelimpangan
masih belum pulang burung-burung
tiada siulan tiada kicauan hanya terdengar desah angin
sarat menikam

sesudah gelombang segalanya menjadi sepi
yang ada hanya di perdu langit gumpalan awan hitam
berat dan menakutkan
apakah gelombang akan menebarkan sayapnya
sekali lagi?

ketika melalui denai yang penuh batu-batu
cebis-cebis pohon yang patah dimamah angin
tanah yang heret air dari bukit yang jauh
jalan ini semakin sempit dan menakutkan
ketika bersua dengan teman yang masih kukenali
ia tak lekas menyapa dan tidak jua memandang ke muka
barangkali hatinya dicengkam dukalara atas kehilangan itu
atau aku yang sudah bertukar wajah menjadi orang asing
semuanya menjadi begitu sepi
dan ia melangkah menuju batu-batu yang ditinggalkan arus
sesudah gelombang, benarkah kita tak mampu lagi bersahabat?

kepada siapa ingin kubertanya
tentang kematian, kehilangan atau siapa yang masih tinggal
gelombang itu terlalu banyak memusnahkan apa yang pernah
menjadi milik kita
kita kehilangan kebun dan ladang
kita kehilangan pasar dan gedung
kita kehilangan tanah dan bukit
kita kehilangan tasik dan sungai
kita kehilangan teratak dan surau
kita kehilangan orang-orang tersayang
terlalu sepi hari ini, dan terlalu gelap langit di atas kepalaku

sesudah gelombang
terlalu banyak sarap dan puing
batu-batu yang dicampakkan air
pohon-pohon rebah dan patah dikoyak angin
keasingan merebut segalanya
kepunahan membalut segalanya

langit di atas sana semakin gelap
angin semakin berhembus kencang
mau apa lagi kita ini?
Share this article :

0 comments: